Senin, 24 Desember 2007

PERLAWANAN BARU DIMULAI Pengalaman Rakyat Melawan Penindasan


Negara adalah kita, Pengalaman Rakyat Melawan Penindasan, diterbitkan oleh Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat, bersama dengan Perkumpulan Praxis dan Yappika, Jakarta, tahun 2006. Buku setebal 508 halaman tidak termasuk daftar isi dan pengantar ini diberikan pengantar oleh Sylvia Tiwon dengan tim Editor, Eko Bambang Subiyantoro, Wilson, Andi K Yuwono dan Ayi dan Bunyamin


Buku ini terbagi dalam tujuh bagian dengan proporsi tiap bagian yang tidak seimbang. Bagian Pertama merupakan analisis menyeluruh dari Silvia Tiwon terhadap kumpulan tulisan yang berasal dari hampir 17 Simpul Belajar Bersama Prakarsa Masyarakat di Aceh, Jambi, Bengkulu, Jabodetabek, Salatiga, Semarang, Jombang, Lumajang, Bali, Kalimantan Barat, Maluku, Sulawesi Selatan, Suawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, NTB, NTT dan Papua.

Kontribusi kajian nyata dari berbagai simpul itulah yang dikemas dalam enam bagian berikutnya. Bagian kedua perlawanan merebut Hak hak ekosob dengan 7 tulisan, Empat tulisan diantaranya mengkritisi perhatian pemerintah yang kontrofersial dengan bantuan Subsidi BBM dan BLT, Bagian ke tiga Perlawanan Merebut Hak Sumber Daya Alam, dengan 17 tulisan mencoba mengungkap kasus perlawanan rakyat mulai dari penggusuran, perampokan hak rakyat oleh swasta baik untuk perkebunan, prasarana ataupun karena alasan pelestarian lingkungan.

Pada bagian keempat, kontribusi dari Simpul Sulawesi Tengah dan salah seorang aktifis Simpul ini yang tinggal di Jakarta, dengan dua tulisan yang menyangkut bagaimana rakyat mencari berbagai alternatif untuk menghadapi konflik di Poso. Sementara pada Bagian Keenam, Perlawanan Rakyat dan Politik Lokal merupakan bagian kedua dengan 10 tulisan tentang Pilkada, perjuangan rakyat dengan ikatan tradisional dan etnik, seperti di Papua, Kalimantan Barat dan Bali. Buruh Dalam Skema Penjajahan Baru serta Reformasi Kebijakan Pertanahan, masing masing satu tulisan, menjadi pokok sajian pada Bagian Keenam dan Ketujuh.

Berbagai gerakan perlawanan rakyat yang dikemukakan dalam buku ini patut menjadi fokus perjuangan bersama rakyat kedepan. Kerana perjuangan yang diinisiasi atas kesadaran kolektif, bukan lah sebagai gerakan yang yang mengancam keutuhan negara dan bangsa. Juga bukan sebuah rangkaian peristiwa yang muncul dari rakyat sebagai korban pasif, tetapi harus dilihat sebagai gerakan kesadaran kolektif yang mengarah sebagai ”protagonis”, pemeran utama dalam kehidupan bernegara (hal.6).

Kebijakan dan program bantuan Subsisi BBM dan distribusi BLT merupakan manipulasi ”pengentasan kemiskinan” (hal 37) , pemerintah menipu rakyat dengan membagikan BLT (hal 73), Dengan realitas itu, ” kita tidak akan melakukan apa-apa dan tidak akan bertambah maju kalau mengharapkan perintah berubah” Pak Sandra, Tenganan, Bali, (hal 63) , menggali dan mengembangkan ruh baru dari desa (hal 93) sebagai pijakan dan semangat perjuangan menuntut hak rakyat.

Menarik untuk menyimak bagaimana rakyat berjuang meminta dan mempertahankan haknya baik karena kebijakan negara ataupun kerena kepentingan usaha. Serikat Petani Bengkulu (STAB) di Desa Ladang Palembang dan Desa Alas Abangun, Bengkulu (hal 140), berhadapan dengan perusahaan perkebunan yang telah menelantarkan lahannya, masyarakat suku tertua Monorene di Sulawesi Tenggara, yang diusir di tanah leluhurnya versus Pengelola kawasan taman nasional Rawa Aopa Watumohai (hal 153), bagaimana masyarakat di desa Honitetu, Pulau seram berhadapan dengan kepentingan perusahaan kayu jayani Group (hal 175), penolakan masyarakat adat Dayak Mukok, Kalimantan Barat terhadap perkebunan sawit PT.Citra Nusa Inti Sawit yang telah mencatut mereka sebagai penerima kredit dengan ”konsep perkebunan plasma inti” (hal 200) nasib tragis masyarakat desa Mentiar kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang melalui gerakan Pun Dayak di Kalimantan Barat dengan ekploitasi hutan yang dilakukan oleh PT. Borneo Karya Mandiri (hal 399), kerasnya perlawanan masyarakat pulau Nusa Ceningan, Bali berhadapan dengan kapitalisme parawisata dengan Mega Proyek Green Islandnya (hal 209), perjuangan rakyat Tara Gahar Tajo Mosan ” Kabupaten Sikka, NTT untuk mengelola hutan adat (hal 242), membangun Payuyuban Petani Al Barokah di Desa Krenceng, Kediri, Jawa Timur untuk merebut keadilan berhadapan dengan PT. Perum Perhutani II, Jawa Timur (hal 269), bersatunya rakyat ntuk menuntut hak atas Hutan lindung di Kecamatan Kepung dan Puncu Kabupaten Kediri, Jawa Timur (hal 283),

Dalam konteks bagaimana perlawanan rakyat dan politik lokal dengan sepuluh tulisan pada bagian kelima, menarik untuk melihat model perjuangan Majelis Rakyat Papua, yang tidak kunjung selesai dengan berbagai kepentingan politik pemerintah pusat. Adanya kecenderungan menjadikan Papua, arena judi politik (hal 443). Berbagai Pilkada yang telah dan sedang berlangsung di tanah air baik pada tingkat Kabupaten, Kota dan propinsi masih saja sarat dengan permainan politik. Rakyat masih saja menjadi kelinci percobaan dan menjadi bulan bulanan partai.

Dikaitkan dengan perjuangan rakyat tersebut, hasil jajak pendapat harian Kompas, 2 Januari 2007 semakin membuktikan betapa hak rakyat masih tertindas. Lihat saja bagaimana ungkapan 52,4 % responden (784 responden dari berbagai kota di Indonesia) menyatakan bahwa pemerintah kurang serius dalam menjaga hak hidup dan mempertahan hidup masyarakat. Sebanyak 43,6 % responden mengaku hak untuk mendapatkan ketentraman dan kebahagiaan hidup pun kurang mendapatkan perhatian oleh pemerintah. Ketidakpuasan masyarakat juga atas proses pengadilan, dimana sebanyak 55,0 % merasa tidak diberikan kesempatan untuk membuktikan kebenaran di pengadilan serta 54,5 % menyampaikan ketidakpuasannya dalam mendapatkan hak yangt sama di pengadilan.

Kedepan, kita lihat UUD 45 pasal 1, ayat (2) dan ayat (3) ”kedaulatan berada di tangan rakyat, dan negara Indonesia adalah negara hukum, dan bukan atas kekuasaan belaka”. Dalam praktik, berbagai kasus perjuangan rakyat melawan negara dan pemilik modal, selalu dikalahkan. Karena pelaksana pemerintahan, berlindung pada aturan yang tidak memihak rakyat. Sebuah rumusan aturan pemerintahan yang memihak rakyat , mungkin akan mendongkrak efektifitas perjuangan rakyat dimasa datang. Sebuah Undang Undang Administrasi Pemerintahan yang akan menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang tertib dan baik, kepastian hukum, mencegah penyalahgunaan wewenang, menjamin akuntabilitas, memberikan perlindungan kepada masyarakat, dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi masyarakat.

Buku ini penting, namun ada beberapa hal yang menganggu. Pertama, pembagian antara bagian yang kurang proporsional. Kedua, beberapa tulisan di bagian kelima misalnya bisa dilihat ulang dikelompokkan pada bagian sebelumnya, seperti Pepera Kedua dan Pan Dayak. Ketiga, beberapa topik bisa dikemas dalam satu bagian, dengan fokus Rakyat dan Perlawanan terhadap Saudagar. Kelima, beberapa hal teknis tentang kontrol kualitas penerbitan dapat dihindari, diantaranya halaman yang tidak ada hal.204, 307 dan 468.

Tidak ada komentar: