Gempa yang terjadi di Yogyakarta dan sekitarnya 27 Mei 2006 telah menghancurkan berbagai fasilitas umum, gedung pemerintahan, perumahan dan sarana sosial serta fasilitas pendidikan lain. Dampak gempa ini mencakup Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulun Progo, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunung Kidul. Berbagai musibah sebelumnya telah menguji kita, baik yang terjadi di Pangandaran, Bengkulu ataupun Aceh dan Nias.
Gubernur Yogyakarta menyampaikan bahwa dengan pijakan data pada bulan Juni 2006, tercatat 5.048 orang meninggal lebih dari 15.000 orang terluka. Nilai kerusakan sektor perdagangan, industri, pariwisata, perikanan dan pertanian mencapai Rp.29,25 milyar, terdiri dari Rp. 22,75 milyar untuk berbagai jenis kerusakan dan Rp. 6. 39 milyar kerugian.
Di bidang perumahan telah mengakibatkan kesurakan sebanyak 8.533 unit rumah dengan tingkat kerusakan, rusak berat 533 unit, rusak sedang 3.557 unit dan rusak ringan 4.443 unit.
Khususnya untuk Kabupaten Sleman, bencana ini mengakibatkan rusak dan hancurnya perumahan, faslitas publik, layanan publik, fasilitas kantor, pendidikan dan sosial di 4 kecamatan. Jumlah penduduk yang meninggal adalah di Kabupaten ini, yang mencapai 264 orang, 3.771 orang terluka, diantaranya 672 orang luka parah dan 2.539 luka ringan.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, swasta, lembaga penyandang dana, LSM dan masyarakat untuk memperbaiki berbagai kerusakan tersebut. Bagian dari refleksi penanggulangan akibat gempa yang terjadi di Yogkakarta dan daerah lain seperti NAD, Nias, Jawa Barat dan daerah lain, berlangsung seminar international dengan tema “Post Disaster Recontruction: Assistance to Local Government and Communities, di Yogyakarta 8 hingga 10 Juli 2007 yang lalu.
Seminar ini sarat dengan kasus dan pengalaman nyata penanggulangan bencana. Salah satu sessi adalah kunjungan lapangan yang berlangsung 8 Juli 2007 kedua kabupaten, yakni Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Salah satu lokasi kunjungan adalah Desa Nglepen, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Yakni Pembangunan perumahan yang didanai oleh World Association of NGO (Wango) dari Amerika. Wango telah merampungkan pembanguan dengan bekerja sama dengan salah satu pengembang.
Arogansi?
Pembangunan perumahan di desa ini karena desa Nglepen ini , ditempuh karena desa terkena longsor, daya dukung lahan yang sangat labil dan tidak layak untuk dilakukan perbaikan .
Lahan untuk relokasi perumahan disediakan oleh Pemerintah kabupaten Sleman dan telah dibangun sebanyak 71 unit rumah, dengan sebuah mesjid dan poliklinik dan taman kanak-kanak. Mendukung keperluan sanitasi keluarga, untuk setiap 6 unit rumah dibangun MCK bersama.
Yang menarik adalah desain rumah dalam bentuk tempurung, seperti rumah suku Eskimo di dengan diameter 2,5 meter dan tinggi 3 meter. Di Setiap rumah meliputi ruang tidur, dapur. Salah satu ruang diberi tangga di lantai dua, untuk ruang keluarga. Ventilasi belakang hanya pintu dan di depan jendela dan sebuah pintu. Desain ini juga diterapkan untuk Mesjid, seperti kubah besar/tempurung, dengan menambahkan aksesoris bulan bintang di puncak lingkaran atas.
Disain berbagai konstruksi perumahan dan fasilitas umum lainnya ini disisipkan oleh ini World Association of NGO (Wango) Amerika, merupakan standar bantuan yang diberikan di berbagai negara yang terkena musibah. Paket perumahan tahan gempa ini dikenal dengan DOME. Pekerjaan konstruksi diserahkan kepada mitra lokal, kontraktor yang dipilih langsung oleh Wango.
Tim Penanggulangan Akibat Gempa di Lingkungan Pemda DIY dan Kabupaten Sleman mencoba memberikan usulan tentang disain bangunan rumah dan fasilitas kepada Wango. Usulan tidak diterima, karena standar bantuan demikian yang disiapkan . Dengan kata lain, bilamana mau menerima bantuan ”take it” dan bila mana tidak bersedia ”leave it”.
Muatan Lokal
Dalam kasus ini berbagai falsafah pembangunan yang berbasis komunitas dan bagaimana muatan lokal dapat terakomodasi, terabaikan. Pemberi dana tidak bersedia melakukan penyesuaian dengan adat dan kondisi di lapangan, yang nota bene sangat “jawa”.
Apakah demikian pendekatan kepedulian ? Dalam dialog Sutrisno, Sekda Kabupaten Sleman pada acara seminar “Post Disaster Recontruction: Assisrance to Local Government and Communities” yang menyajikan makalah “Priorities in Social Economic Recovery Towards Effective Disaster Rehabilitation Process” terungkap, perasaan berat hati menerima bantuan dari Wango ini. Selaku Sekda mencoba memberikan ulasan positif “Nanti kita bisa ubah “. Setelah beberapa waktu , perumahan eksimo tersebut. Persis gaya dan peradaban Ketimuran dan Jawa.
Buku ”Membangun Daerah rawan bencana Dengan Kearifan Lokal” Pengalaman Satu Tahun Rehabilitasi dan Rekontruksi Wilayah Pasca Bencana Gempa Bumi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, patut ditelaah ulang. Catatan pengalaman ini yang dikemas dalam bentuk CD, seharusnya menjadi pijakan para penyandang dana yang akan ikut serta memberikan bantuan. Pengalaman ini disusun oleh Tim Teknis Nasional, Penanggulangan bencana, 2007.
Waktu berjalan, musibah gempa telah 18 bulan berlalu. Perumahan DOME gaya Eskimo masing belum mengalami perubahan berarti. Ya untung lah, lokasi perumahan ini sekarang menjadi objek wisata lokal, karena keanehan nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar