Selasa, 20 Januari 2015

PERLINDUNGAN HUKUM UKM, MUNGKINKAH?



MEA Bermata Dua
             
             Abdul Kadir Damanik, Staf Ahli Mentreri Koperasi dan UKM bidang Penerapan Nilai Dasar  Koperasi mencoba menggambarkan bagaimana pemahaman komunitas Asean terhadap Usaha Kecil dan Mikro (UKM), dalam sebuah Diskusi Panel  tentang UMKM yang diselenggarakan oleh KADIN DKI Jakarta, 25 September, tahun 2014 lalu di Hotel Sahid Jaya, Jakarta. Tingkat Pemahaman Masyarakat ASEAN  tersebut adalah:· 
       
  •  Berdasarkan Survey on ASEAN Community Building Effort 2012 yang dilakukan oleh sekretarian ASEAN dan Japan-ASEAN dan Japan-ASEAN Integration Fund (JAIF) di sepuluh Negara anggota ASEAN menghasilkan data-data sebagai berikut.  Sebanyak 81% masyarakat ASEAN telah mengetahui keberadaan ASEAN namu 76% diantaranya masih kurang memiliki pemahaman dasar mengenai ASEAN dan sebanyak 55% dari kalangan bisnis ASEAN telah memiliki pemahaman dasar mengenai ASEAN sementara 15% lainnya sudah memiliki pemahaman dasar yang baik tentang ASEAN.
  • Hasil Survey ASEAN Bussinss Advisory Committee tahun 2-12 menyatakan bahwa 60% pebisnis di Negara-negara ASEAN memiliki pengetahuan mengenai ASEAN Free Traded Agreement, sementara 45% pebisnis  melihat daya Tarik ASEAN sebagai suatu wilayah ekonomi yang terintegrasi.
  • Hasil Survey Journal of Current South East Asian Affairs 2011 di Indonesia, menyatakan 80% memandang ASEAN penting dan relevan; 42% belum mengetahui komunitas ASEAN; 88% mendukung terbentuknya AEC; 78% memandang AEC akan memberikan manfaat bagi ekonomi Indonesia.
            Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) memberikan manfaat bagi Indonesia, diantaranya adalah; a. Meningkatkan akses pasar; b. Meningkatkan transparansi public, mempercepat proses penyesuaian peraturan dan standar domestik sesuai standar regional dan internasional, c. Meningkatkan daya Tarik Indonesia sebagai tujuan investasi dan pariwisata, d. Mengurangi biaya transaksi, e. Meningkatkan fasilitasi perdagangan seperti ASEAN Single Window dan ASEAN Trade facilitation Repository  dan Meningkatkan daya saing UKM Indonesia.
            Sementara itu, MEA juga sekaligus menjadi tantangan bagi Indonesia, seperti; a. Konsentrasi industri dan kegiatan ekonomi terpusat di Pulau Jawa, b. Ketergantungan dengan impor industry Indonesia masih besar, c. Daya saing suplai domestic rendah, d. Konektifitas yang redah, e. Kompetensi SDM (Pasar Tenaga Terampil) belum maksimal, f. Infrastruktur yang belum memadai, g. Akses permodalan yang masih sulit dijangkau g. Regulasi pusat dan daerah belum sinkron dan h. Absennya daya saing produk-produk kita i. Belum optimalnya peran lembaga lembaga pembiayaan, j. Entry Barrier untuk dunia usaha semakin rendah, k. Tinkat persaingan semakin ketat (barang, jasa, iklim, investasi), l. Tuntutan investor asing dan domestic makin tinggi  dan m.Konsumen semakin kritis dan memiliki preferensi

Posisi UMKM

            Selalu menjadi “bamper” perekonomian di tanah air dalam masa krisis ataupun dalam masa pembangunan yang konon berkembang dengan baik. UMKM memegang peran demikian penting dalam penyerapan tenaga kerja  mencapai  57,9 juta unit, atau 99,9% dari keseluruhan unit usaha . UMKM ini telah memberikan konstribusi yang cukup besar terhadap  PBD yakni 58,92%.  Yang luar biasa adalah peran nya dalam penyerapan tenaga kerja yang mencapai  97,30%.

            Dalam lingkup ASEAN, UMKM memperlihatkan potret yang sama. Tercatat jumlah UMKM di ASEAN  96% dari seluuruh perusahaan di  kawasan ini.  Namun dilihat dari konstribusi nya terhadap PDB  adalah 30.57% sedikit lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia yang mencapai 58,92%.  Sementara untuk penyerapan tenaga kerja UMKM mmpu menyerap dalam kisaran  50-98%.

            Permasalahan UMKM dapat dikatakan sangat klasik, seperti;  iklim berusaha belum kondusif (unfair business practice), keterbatasan akses pasar, rendahnya produktivias (teknologi rendah), keterbatasan akses kredit dari bank  serta rendahnya jiwa dan semangat kewirausahaan.

            Dengan potret permasalahan demikian akan semakin dihadapkan oleh sejumlah tantangan UMKM diaitkan dengan MEA, seperti
  • Persaingan yang makin tajam, termasuk dalam memperoleh sumber daya  manusia
  • Bagaimana menjaga dan meningkatkan daya saing UKM sebagai industry jreatif dan inovatif
  • Bagaimana meningkatkan standar, desain dan kualitas produk agar sesuai dengan ketentuan ASEAN (Misal ISO-26000)
  • Bagaimana melakukan diversifikasi output dan stabilitas oendaoatan usaha mikro -> agar tidak “jatuh” ke kelompok masyarakat miskin
  • Bagaimana meningkatkan kemampuan UMKM agar mampu memanfatkan fasilitas pembiayaan yang ada, termasuk dalam kerangka kerjasama ASEAN
Aspek Hukum

            KTT ASEAN yang ke-12 di Cebu pada bulan Januari 2007 menyepakati “Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015”. Sebagai implementasi atas deklarasi tersebut, para Mentreri Ekonomi ASEAN menginstruksikan Sekretariat ASEAN untuk menyusun ASEAN Economic Community Blueprint, yang berisi rencana kerja strategis dalam jangka pendek, menengah dan panjang dari tahun 2015 hingga terbentuk integrasi ekonomi ASEAN. Adapun cetak biru tersebut yaitu:
  1. Menuju single market dan production base (arus perdagangan bebas untuk sector barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal);
  2. Menuju penciptaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi (regional competition policy, IPRs action plan, infrastructure development, ICT, energy cooperation, taxation, dan pengembangan UMKM);
  3. Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata (region of equitable economic development) melalui pengembangan UMKM dan program-program Initiative for ASEAN Integration (IAI); dan
  4.  Menuju integrasi hubungan penuh pada ekonomi global (pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi eksternal serta mendorong keikutsertaan dalam global supply network).
Permasalahan dan Solusi Hukum Terhadap Kesiapan Indonesia Menyongsong ASEAN Economic Community 2015  dikemukan oleh  Dr. Dhaniswara K. Harjono, SH, MH, MBA seorang  praktisi hukum dan praktisi Bisnis, seperti;  

Pertama, UU Ketenagakerjaan mewajibkan pelaku usaha yang memiliki paling sedikit sejumlah sepuluh orang tenaga kerja wajib membuat peraturan perusahaan. Lalu bagaimana dengan unit UMKM yang hanya memiliki tiga hingga lima tenaga kerja? Hal ini belum diatur dengan jelas pengaturannya, hanya dinyatakan secara keseluruhan dalam undang-undang No.20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Dengan tidak diatur dengan Jelas , maka hak dan kewajiban pelaku usaha dan pekerja hanya berdasarkan faktor kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat saja, jika pelaku usaha dan pekerja tidak memiliki kejelasan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, maka hal ini akan menjadi salah satu kendala laju perkembangan kualitas unit tersebut.

Kedua,  Teknologi Infiormasi dan Komunikasi merupakan subsektor lain yang turut mengambil peran penting serta menjadi kendala yang cukup mendominasi permasalahan sumber daya manusia di Indonesia menyambut AEC 2015. Menurut Mahmud Yunus, pemerhati UMKM kepada www.tempo.co.id , jumlah pelaku bisnis dengan omzet 100 juta Rupiah hingga 4 Miliar Rupiah perbulan kini sudah mencapa 56,5 juta atau 99.98 ppersen dari total unit usaha di berbagai sektor di Indonesia. Namun sayangnya sesuai data yang diambil dari Direktorat Jendral Industri Kecil Menengah Kementrian Perindustrian, hanya 50% di luar jawa dan 60% di Jawa yang sudah memanfatkan kecanggihan teknologi informasi untuk mengembangkan bisnisnya.
            Sanikem berusia 39 tahun, awalnya adalah seorang usahawan lurik asal Yogyakarta yang hanya menyambi dalam pembuatan batik lurik, dengan hasil produk lima potong lurik per harinya. Namun, hal itu berubah pasca seorang pustakawan yang mengajak bertandang ke perpustakaan dan mengenalkan Sanikem terhadap layar computer. Kini Sanikem mampu mengunggah foto lurik bikinannya ke lama social media, yang mengakibatkan dirinya menerima omzet yang tiga puluh kali lipat lebih banyak daripada sebelumnya. Pentingnya pemahaman teknologi bukan hanya dalam hal pemasaran produk seperti apa yang dilakukan oleh Sanikem, namun juga dalam memberikan nilai tambah produk untuk mampu bersaing dengan produk-produk mancanegara yang beredar di pasar.

            Ketiga, Dalam hal ini telah diundang-undangankan nya sejumlah peraturan pemerintah atas dasar amanah dari Undang-undang No.20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang Pajak penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredara Bruto tertentu. Dalam PP 46/2013 ini, yang dikenakan sebagai obyek PPh adalah usaha yang tidak melebihi Rp. 4.8 Milyar dalam satu tahun pajak. Peraturan Pemerintah yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013 ini menuai protes di Masyarakat

            Keempat, Walaupun tujuan pemerintah dalam mengundang-undangkan PP 46/2013 ini bertujuan memberikan kemudahan pada masyarakat melalui sejumlah kemudaha proses pembayaram, namun tidak begitu adanya dalam perspektif masyarakat. Masyarakat menilai penggunaan pajak ini lebih tinggi dari sebelumnya saat PP 46/2013 belum diundang-undangkan. Untuk itu butuh adanya peninjauan ulang tentang efektivitas pemberlakuan PP 46/2013 sebelum menimbulkan keidakpastian dan ketidakadilan dalam masyarakat.

            Selain keempat persoalan diatas, Ichsanudin Noursy pakar ekonomi, memberikan catatan yang keras tentang kebijakan pemerintah terhadap UMKM. Pemerintah membanggakan UMKM yang tahan banting, penyerapan tenaga kerja yang luar biasa dan srat dengan muatan lokal. Tetapi dibalik itu pemerintah tidak memihak kepada UMKM, yang lebih suka  pada perusahaan skala international yang padat modal. Bagi perusahaan besar itu, layanan perbankan hanya dengan bunga 4-6 % per tahun, kepada UMKM diberikan dengan  suku bunga dua kali lipat, 12 hingga 14 % per tahun. Kenapa ?.  H.Muchtar Bahar, Oktober 2014.




Tidak ada komentar: