Selasa, 26 Januari 2016

Resensi Buku, Lawakan Orang Padang


KUCINDAN JO KURENAH URANG AWAK
Lawakan Orang Padang  

Oleh : M Jaya Nasti


 









Judul : Kurenah Jo Kucindan Urang Awak
Jumlah Halaman : 317
Penulis :  H. Muchtar Bahar  Sutan Sari Endah, H. Albazar M. Arif St. Sulaeman Ilustrator : Dicksi Iskandar
Cetakan Pertama : Januari 2015
Penerbit : BMS Foundation  

Inilah buku berbahasa Minang yang semuanya berisi hal-hal yang lucu dan lawakan khas Urang Awak. Tentu saja pembacanya haruslah warga Minang yang masih bisa berbahasa Minang. Warga Minang  atau berdarah minang yang tidak bisa berbahasa Minang bisa juga menggunakan buku ini sebagai panduan  untuk belajar Bahasa Minang, bahasa yang dipakai dalam percakapan sehari-hari orang tua dan kakek nenek mereka, sambil menikmati kisah-kisah pendek yang lucu dan segar. Kucindan adalah kata-kata yang lucu, gurauan dan kelakar, yang menjadikan orang mendengarnya tertawa atau minimal tersenyum. Sedangkan kurenah dapat diartikan sebagai perbuatan atau perilaku yang menciptakan suasana lucu dan tertawa.

Meskipun demikian, dengan pengertian itu, maka sebagian besar lawakan pada buku ini sebenarnya termasuk kategori kucindan, yaitu lawakan atau kelakar yang bertumpu pada kekuatan kata. Tentunya agak sulit menuliskan lawakan dan kelakar yang bertumpu pada kelakuan atau gerakan tubuh yang termasuk dalam kategori kurenah. Sayangnya orang Minang terlalu serius dan jarang tertawa terbahak-bahak. Mereka terlalu sibuk bekerja dan berdagang. Akibatnya secara nasional sangat sedikit pelawak atau pemain komedi yang berdarah Minang. Tukul Arwana misalnya, berasal dari Jawa, meskipun isterinya yang bernama Susy berdarah Minang. Pelawak berdarah Minang hanya diwakili oleh Kiwil,  yang lawakannya sering meniru ucapan Alm. KH Zainuddin MZ.
Berbeda halnya dengan penyanyi berdarah Minang yang stoknya cukup banyak. Musikus dan Penyanyi yang berasal atau berdarah Minang malang melintang di pentas nasional, sejak Nurseha, Elly Kasim, Oslan Husen, Lily Syarif sampai kepada Sherina dan Ariel Noah atau Peterpan. Mungkin hal itu disebabkan orang Minang suka menyanyi dan berdendang. 

Bahkan masih banyak orang Minang yang menyukai lagu-lagu saluang yang dinyanyikan di acara-acara kesenian Minang. Dulu sewaktu masih di kampung, setiap Sabtu saya menyengajakan pulang sekolah melewati Janjang 40 di Bukitinggi untuk mendengar saluang, karena di sana biasanya ada Tukang Saluang dan penyanyinya ngamen.
Buku ini mencoba menjelaskan bahwa sebenarnya dalam khasanah pergaulan sehari-hari, orang Minang juga cukup kaya dengan kata dan perilaku yang berisi atau mengandung unsur kelucuan dan lawakan. Oleh sebab itu, yang dicontohkan di buku ini adalah lawakan yang bersumber dari kata dan perbuatan sehari-hari orang Minang di pasar, di tempat kerja, di rumah, pergaulan suami isteri dan sebagainya. Pengarang membagi buku ini atas lima bagian. 

Bagian Pertama diberi judul Salingka Pasa, yang berisi kurenah dan kucindan dalam kegiatan di sekitar pasar. Bagian kedua berisi kurenah yang terkait dengan sumangaik (semangat) dan kreatifitas. Bagian Ketiga berisi kucindan yang termasuk kategori hikmah. Sedangkan Bagian keempat diberi judul Sakitar Sikola, berisi kucindan dalam kegiatan di sekitar sekolah. Secara keseluruhan, dalam buku ini terkandung 236 kucindan dan kurenah.
Kelemahan buku ini adalah kucindan dan kurenah yang disajikan kurang nendang, tidak cukup  bertenaga untuk menjadikan pembaca tertawa terbahak-bahak. Sebagian besar hanya mampu menjadikan pembaca tersenyum. Mungkin hal itu disebabkan pengarang atau lebih tepatnya disebut editor, terlalu lebar dalam memasukkan lawakan dan kelakar pada kategori yang ditetapkan. Atau bisa juga disebut kurang disiplin dalam memasukan setiap kucindan atau kurenah, sehingga tidak dirasakan adanya perbedaan dalam pengelompokan kucindan dan kurenah.

Mungkin ada baiknya disusun lagi kumpulan kucindan dan kurenah yang lebih spesifik yang disesuai dengan jenis pekerjaan yang banyak digeluti orang minang. Misalnya kelompok kucindan di sekitar rumah makan, karena banyak orang Minang yan membuka restoran dan rumah makan Padang. Lalu ada kelompok kucindan orang berjualan (pedagang), orang kantoran, guru, garin (penunggu) masjid, orang berjalan-jalan (liburan), orang naik haji dan umrah, dan sebagainya.


Meskipun demikian, buku yang dibuat dalam format buku saku ini enak dibaca dan perlu dimiliki. Karenanya buku ini sebaiknya dibawa terus kemana pergi. Dengan membaca buku ini akan hilang kejengkelan dan kemarahan dalam timbul karena banyak persoalan dalam pekerjaan dan dalam berbisnis. Dengan membuka dan  membaca buku ini, kejengkelan dan kemarahan bisa hilang, dan senyum akan kembali mengembang.©     

Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/mjnasti/resensi-buku-lawakan-orang-padang_56a73c824c7a61cb0cd1bb4a

Tidak ada komentar: