KUCINDAN JO KURENAH URANG AWAK
Lawakan Orang Padang
Oleh : M Jaya Nasti
Judul : Kurenah Jo Kucindan Urang Awak
Jumlah Halaman : 317
Penulis : H. Muchtar Bahar Sutan
Sari Endah, H. Albazar M. Arif St. Sulaeman Ilustrator : Dicksi Iskandar
Cetakan Pertama : Januari 2015
Penerbit : BMS Foundation
Inilah buku berbahasa
Minang yang semuanya berisi hal-hal yang lucu dan lawakan khas Urang Awak.
Tentu saja pembacanya haruslah warga Minang yang masih bisa berbahasa Minang.
Warga Minang atau berdarah minang yang tidak bisa berbahasa Minang bisa
juga menggunakan buku ini sebagai panduan untuk belajar Bahasa Minang,
bahasa yang dipakai dalam percakapan sehari-hari orang tua dan kakek nenek
mereka, sambil menikmati kisah-kisah pendek yang lucu dan segar. Kucindan
adalah kata-kata yang lucu, gurauan dan kelakar, yang menjadikan orang
mendengarnya tertawa atau minimal tersenyum. Sedangkan kurenah dapat diartikan
sebagai perbuatan atau perilaku yang menciptakan suasana lucu dan tertawa.
Meskipun demikian,
dengan pengertian itu, maka sebagian besar lawakan pada buku ini sebenarnya
termasuk kategori kucindan, yaitu lawakan atau kelakar yang bertumpu pada
kekuatan kata. Tentunya agak sulit menuliskan lawakan dan kelakar yang bertumpu
pada kelakuan atau gerakan tubuh yang termasuk dalam kategori kurenah.
Sayangnya orang Minang terlalu serius dan jarang tertawa terbahak-bahak. Mereka
terlalu sibuk bekerja dan berdagang. Akibatnya secara nasional sangat sedikit
pelawak atau pemain komedi yang berdarah Minang. Tukul Arwana misalnya, berasal
dari Jawa, meskipun isterinya yang bernama Susy berdarah Minang. Pelawak
berdarah Minang hanya diwakili oleh Kiwil, yang lawakannya sering meniru
ucapan Alm. KH Zainuddin MZ.
Berbeda halnya dengan
penyanyi berdarah Minang yang stoknya cukup banyak. Musikus dan Penyanyi yang
berasal atau berdarah Minang malang melintang di pentas nasional, sejak
Nurseha, Elly Kasim, Oslan Husen, Lily Syarif sampai kepada Sherina dan Ariel
Noah atau Peterpan. Mungkin hal itu disebabkan orang Minang suka menyanyi dan
berdendang.
Bahkan masih banyak orang Minang yang menyukai lagu-lagu saluang
yang dinyanyikan di acara-acara kesenian Minang. Dulu sewaktu masih di kampung,
setiap Sabtu saya menyengajakan pulang sekolah melewati Janjang 40 di
Bukitinggi untuk mendengar saluang, karena di sana biasanya ada Tukang Saluang
dan penyanyinya ngamen.
Buku ini mencoba
menjelaskan bahwa sebenarnya dalam khasanah pergaulan sehari-hari, orang Minang
juga cukup kaya dengan kata dan perilaku yang berisi atau mengandung unsur
kelucuan dan lawakan. Oleh sebab itu, yang dicontohkan di buku ini adalah
lawakan yang bersumber dari kata dan perbuatan sehari-hari orang Minang di
pasar, di tempat kerja, di rumah, pergaulan suami isteri dan sebagainya.
Pengarang membagi buku ini atas lima bagian.
Bagian Pertama diberi judul
Salingka Pasa, yang berisi kurenah dan kucindan dalam kegiatan di sekitar
pasar. Bagian kedua berisi kurenah yang terkait dengan sumangaik (semangat) dan
kreatifitas. Bagian Ketiga berisi kucindan yang termasuk kategori hikmah.
Sedangkan Bagian keempat diberi judul Sakitar Sikola, berisi kucindan dalam
kegiatan di sekitar sekolah. Secara keseluruhan, dalam buku ini terkandung 236
kucindan dan kurenah.
Kelemahan buku ini
adalah kucindan dan kurenah yang disajikan kurang nendang, tidak cukup
bertenaga untuk menjadikan pembaca tertawa terbahak-bahak. Sebagian besar hanya
mampu menjadikan pembaca tersenyum. Mungkin hal itu disebabkan pengarang atau
lebih tepatnya disebut editor, terlalu lebar dalam memasukkan lawakan dan
kelakar pada kategori yang ditetapkan. Atau bisa juga disebut kurang disiplin
dalam memasukan setiap kucindan atau kurenah, sehingga tidak dirasakan adanya
perbedaan dalam pengelompokan kucindan dan kurenah.
Mungkin ada baiknya
disusun lagi kumpulan kucindan dan kurenah yang lebih spesifik yang disesuai
dengan jenis pekerjaan yang banyak digeluti orang minang. Misalnya kelompok
kucindan di sekitar rumah makan, karena banyak orang Minang yan membuka
restoran dan rumah makan Padang. Lalu ada kelompok kucindan orang berjualan
(pedagang), orang kantoran, guru, garin (penunggu) masjid, orang berjalan-jalan
(liburan), orang naik haji dan umrah, dan sebagainya.
Meskipun demikian,
buku yang dibuat dalam format buku saku ini enak dibaca dan perlu dimiliki.
Karenanya buku ini sebaiknya dibawa terus kemana pergi. Dengan membaca buku ini
akan hilang kejengkelan dan kemarahan dalam timbul karena banyak persoalan
dalam pekerjaan dan dalam berbisnis. Dengan membuka dan membaca buku ini,
kejengkelan dan kemarahan bisa hilang, dan senyum akan kembali mengembang.©
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/mjnasti/resensi-buku-lawakan-orang-padang_56a73c824c7a61cb0cd1bb4a
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/mjnasti/resensi-buku-lawakan-orang-padang_56a73c824c7a61cb0cd1bb4a
Tidak ada komentar:
Posting Komentar