Pelopor Sastra
Gurindam Dua Belas ditulis oleh Raja Ali Haji
di Pulau Penyengat, Riau, pada tarikh 23 Rajab 1263 Hijriyah, atau 1847 Masehi
dalam usia 38 tahun. Karya ini terdiri atas 12 Fasal dan dikategorikan sebagai
“Syi’r al Irsyadi” atau puisi didaktik, karena berisikan nasihat dan petunjuk
menuju hidup yang diridhoi Allah SWT. Selain itu terdapat pada pelajaran dasar
Ilmu Tasawuf mengenai; “yang empat”:
yaitu syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat. Diterbitkan pada tahun 1854 dalam
Tijdschrft van het Bataviaasch Genootschap No II, Batavia, dengan huruf Arab
dan terjemahannya dalam bahasa Belanda oleh Elisa Netscher.
Dalam pengantar buku kecil Gurindam Dua Belas, Gubahan Raja Ali Haji, yang
diterbitkan oleh Yayasan Tuanku Chalil, Pulau Penyengat,
Provinsi Kepulauan Riau, dapat dilihat;
Bermula
inilah rupanya syair
Dengarkan tuan suatu rencana
Mengarang di dalam gundah gulana
Barangkali gurindam kurang kena
Tuan betulkan dengan sempurna
Inilah
arti gurindam yang dibawah syatar ini
Persamaan yang inda-indah
Yaitu ilmu yang memberi faedah
Aku hendak bertutur
Akan gurindam yang beratur
Pulau Penyengat
Pulau kecil yang panjangnya 2 Kilometer dan
lebar kurang dari 1 Kilometer, merupakan sala satu pulau yang termasuk bagian
dari kotamadya Tanjung Pinang, dengan status Kelurahan semenjak terbentuknya
provinsi Kepulauan Riau. Pulau Penyengat ini terletak di bagian barat Pulau
Bintan tepat di depan
Kota Tanjung Pinang, pada 0°56’ Lintang Utara dan 104°29’
Bujur Timur, dipisahkan oleh sebuah selat yang dapat dihubungkan dengan perahu-perahu
kecil yang disebut dengan pom-pong, sekitar kurang lebih 12 menit.
Pusat perkembangan ilmu dan budaya Melayu di
Rantau Semenanjung Tanah Melayu dan Timur Nusantara adalah di Pulau Penyengat.
Sejak dulu kegiatan tulis menulis dipandang sebagai pekerjaan yang sangat mulia
dan tinggi sekali derajatnya. Sehingga dalam bidang budaya, perkembangan yang sangat
pesat adalah bahasa Melayu.
Salah
seorang tokoh yang sejak awal telah merupakan seorang pengarang yang produktif
adalah Raja Haji Ahmad Engku Tua, putra tertua Raja Haji Fisabilillah. Dia
telah menulis beberapa buah syair, antara lain Syair Engku Puteri, Perang Johor
dan Raksi serta membuat kerangka tulisan untuk buku Tuhfat An Nafis (Anugerah
yang Berharga) yang kelak diteruskan oleh anaknya Raja Ali Haji.
Raja Ali
Haji (1809-1870), merupakan tokoh budaya yang kompleks. Dia juga seorang
pujangga, seorang ahli siasat dan politikus, seorang ulama dan seorang ahli
bahasa. Dari tangannya dihasilkan Gurindam 12 yang terkenal.
Karya-karya
besar seperti Gurindam XII, Bustan Al Katibin (Kamus Bahasa Melayu). Kitab
Pengetahuan Bahasa, Tsamarad Al Muhimmah (Kitab Pegangan para Pejabat Pemerintah),
Karya lainya adalah Muqoddimah
Fi Intizam (Undang-Undang), Syair Abdul Muluk, Tuhfat Al-Nafis (Sastra
Sejarah), Silsilah Melayu dan Bugis (Sastra Sejarah), Syair Suluh Pegawai,
Syair Siti Shianah, Syair Sinar Gembala Mustika Alam dan sejumlah buku lainnya.
Masih terdapat
sejumlah pengarang lainnya menurut garis keturunan merupakan keluarga dari Raja
Haji Ahmad, seperti Raja Saliha (saudara perempuan Raja Ali Haji), Raja Safiah
(anak Raja Ali Haji) dan lainnya. Termasuk nama penting Raja Ali Kelana, yang
jabatan terakhirnya yaitu calon Yang Dipertuan Muda. Salah satu buku
terpentingnya adalah Pohon Perhimpunan (Laporan Perjalanan dan Inspeksi ke
Pulau Tujuh), dan Abu Muhammad Adnan yang mengarang sejumlah buku tentang
Bahasa dan Budi Pekerti
Gurindam Fasal yang Ketiga
Apabila
terpelihara mata
Sedikitlah
cita-cita
Apabila
terpelihara kuping
Khabar
yang jahat tiadalah damping
Apabila
terpelihara lidah
Niscaya
dapat daripadanya faedah
Bersungguh-sungguh
engkau memeliharakan tangan
daripada
segala berat dan ringan
Apabila
perut terlalu penuh
Keluarlah
fi’il yang tiada senonoh
Anggota
tengah hendaklah ingat
Di
situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah
peliharakan kaki
Daripada
berjalan yang membawa rugi
Gurindam Fasal yang Kesebelas
Hendaklah
berjasa
Kepada
yang sebangsa
Hendak
jadi kepala
Buang
perangai yang cela
Hendak
memegang amanat
Buanglah
khianat
Hendak
marah
Dahulukan
hujjah
Hendak
dimalui
Jangan
memalul
Hendak
ramai
Murahkan
perangai.
Sarat Nilai
Gurindam
dua belas, sarat dengan nilai, dalam kontek hubungan horizontal sesama manusia
dan hubungan vertikal dengan allah Pencipta. Termasuk menjadi penekanan Raja
Ali haji, adalah hubungan sesama manusia dan juga bagaimana kepemimpinan
penguasa yang adil dan bijaksana.
Namun
saat ini, tidak banyak telaah tentang makna yang disampaikan oleh Raja Ali
Haji. Bilamana ada acara –acara seminar,
lokakarya, pertemuan atau wisata melalui pulau Batam, umumnya lebih cendrung menyebrang ke
Singapura untuk berbelanja. Kunjungan ke Pulau Penyengat dengan biaya murah, boleh dikatakan sangat
kecil. Ini terlihat ketika acara seminar Lansia dalam
rangka memperingakti Hari Lanjut Usia Internasional Berlangsung tanggal 25-30
Oktober 2013 di Batam, yang diikuti oleh 150 peserta terdiri dari Wakil Bupati/Wakil Walikota,
Komda Lansia, Bappeda tingkat Kabupaten, Pejabat instansi terkait tingkat
Propoinsi, hanya
sepertiganya yang ikut serta dalam kunjungan ke Pulau Penyengat.
(H.Muchtar Bahar),
Tidak ada komentar:
Posting Komentar