Senin, 02 November 2015

MUHAMMAD BAEDOWY, PAMULUNG KAYA RAYA

Jika orang menganggap sampah sebagai barang yang menjijikkan, bagi Baedowi justru sebaliknya, sampah adalah harta karun. Dengan sampah kini ia bergelimang rupiah. Meski harus hengkang sebagai auditor di sebuah bank asing dan menjadi ‘pemulung’. Usaha yang dirintisnya sukses, sebagai juragan sampah yang mampu mengekspor dua kontainer biji sampah plastik ke China setiap minggu dengan omset menggiurkan.

Setiap kesuksesan itu memang perlu diperjuangkan. Kerja keras dan peras keringat Baedowy selama bertahun-tahun membuktikan itu. Berawal ditahun 2000 saat ia membidik peluang bisnis sampah plastik. Meski ia mantan seorang pekerja kantoran yang setiap hari berdasi, di sebuah Bank Asing. Baedowy sama sekali tak merasa risih harus bercengkrama dengan tumpukan sampah. Bahkan iapun tak ragu berkeliling berburu sampah ke setiap wilayah siang dan malam.

Hal ini dikemukakannya saat berbagi pengalaman dalam Pembekalan Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP3) Angkatan 24, di Bumi Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan, 15 September 2014. Share pengalaman yang saya moderatori disini diikuti oleh 837 orang PSP3 yang berasal dari 33 Provinsi dan akan ditempatkan  di Provinsi lain, selama dua tahun.

Namun daya juang Baedowy cukup kokoh. Ia seorang pejuang tangguh dan pantang menyerah. Ia nekad berbisnis dengan modal awal sekitar 50 juta yang dipakai untuk beli mesin, sewa lahan dan membuat bangunan sederhana. Di tahun kedua akhirnya dewi fortuna pun menyapa, bisnis yang ditekuninya semakin berkembang. Kini biji sampah hasil olahannya diekspor ke China. “Satu kali ekspor bisa mencapai 20 ton. Setiap satu minggu bisa satu sampai dua kontaineran. Mengenai keuntungan ya kira-kira 500 rupiah per kilogram“, ujar pria berusia 41 tahun ini. Dalam sehari mesin buatannya mampu menggiling hingga 3 ton bahan baku sampah plastik meski rata-rata hanya satu ton saja per harinya.

Ujian Bisnis
Kesuksesan yang direguknya tentu tidaklah instan. Di tahun pertama, ia harus menemui beberapa kendala yang hampir saja membuatnya pesimis. “Kendala pasti adalah, bagi saya setidaknya ada dua hal teknis dan non teknis. Non teknis berupa ujian mental. Bisa dibayangkan, saya ini seorang sarjana, mantan pegawai bank yang selalu berdasi, tiba-tiba harus jadi pemulung, tukang sampah, rasa-rasanya setiap orang pun akan malu tak terkecuali orang tua saya. Soal teknis berupa mesin yang selalu ngadat. Hampir di satu tahun pertama saya disibukkan dengan membetulkan kondisi mesin agar bisa tampil prima, “ kilahnya.

Bahkan yang lebih tragis, sebelum itu, ia harus rela hengkang dari rumah kontrakannya karena tak kuat membayar uang sewaan. “Itu adalah masa yang paling menyedihkan dalam kehidupan saya. Saat itu, saya harus menitipkann istri dan anak-anak saya ke rumah orang tua saya. Sepertinya, peristiwa itu akan selalu teringat dalam benak saya” kilahnya setengah mengeluh.

Tapi itu adalah dulu, sebelum ia menemukan sampah sebagai lumbung rejekinya. Baginya, semua itu dijadikan sebagai bahan pelajaran untuk beranjak menjadi lebih baik. Faktanya dengan kerja keras dan restu orang tua, meski dari sampah namun ia bisa menyedot rupiah. “Satu hal yang penting bagi saya, restu orang tua, itulah yang mendongkrak saya hingga berhasil,” aku ayah tiga anak ini.
 
Pemulung dan Mitra

Setelah 16 tahun berlalu, kini bisnis Baedowy semakin bergairah. Untuk bahan baku ia berdayakan lebih dari seratus pemulung. Bukan hanya itu, iapun sudah menggalang kerja sama dengan lebih dari 100 mitra kerja yang terhampar dari Aceh hingga Papua. “Saya bangga bisa memberdayakan para pemulung dan ibu-ibu disekitar pabrik pengolahan sampah. Selain itu, karena saya sudah menggalang kerjasama dengan lebih dari 100 mitra di seluruh Indonesia, secara otomatis masyarakat disekitarnya pun turut diberdayakan. Di setiap satu pabrik bisa mempekerjakan lebih dari 60 orang,” imbuh pria lulusan Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Malang ini dan lahir di Balikpapan.

Untuk mitra kerja, tak segan ia memberikan pelatihan dari nol hingga menjadi piawai yang diadakan di seluruh kota. “Setiap mitra yang membeli mesin dari saya, saya berikan training hingga bisa, bahkan sampah hasil olahannya pun saya siap beli”, ungkap pemilik CV Majestic Buana Group yang bermarkas di Jalan Raya Cimuning, Mustika Jaya, Bekasi ini. Selain memberdayakan para pemulung, yang patut ditiru adalah ia tak pernah lupa sedekah. Secara rutin, Baedowy pun sering mengadakan acara tasyakuran dan sedekah pada anak-anak yatim piatu.

Selain berbisnis, saat ini ia aktif mengajar dan memberikan kuliah umum di beberapa universitas di tanah air. “Sampah adalah masalah besar bangsa kita. Tapi kalau diolah secara baik dan tepat dengan teknologi tepat pula, sampah pun bisa menjadi rupiah. Saya berobsesi untuk menyebar luaskan pengetahuan saya ini kepada seluruh masyarakat”, pungkasnya.

Hasilnya nyata, sebuah Fortuner, Volvo, Kijang Inova nangkring di rumahnya dengan nilai milyaran rupiah. Sebuah pabrik dan Ia juga sedang mengincar lahan seribu meter persegi, satu meternya sekitar Rp 1 juta, yang menjadi tempat pabrik pencacahan botol plastiknya beroperasi selama ini di Kelurahan Cimuning, Bekasi.

Kenyamanan hidup ini datang setelah proses berliku yang hampir mentok pada penyesalan mendalam. Sempat mendapat tawaran bekerja di perusahaan perminyakan di Kalimantan lewat koneksi, ia lebih memilih bekerja di bank asing itu. Tiga tahun bekerja di sini, ia bentrok dengan atasan. Lima pekerjaan yang ditinggal pegawai korban rasionalisasi harus dia kerjakan. ”Tapi bayarannya cuma untuk satu pekerjaan”. Semua ini simbol ”becek”-nya bisnis pencacahan botol plastik bekas yang ditekuninya 14  tahun terakhir.

Manusia Sampah, Bukan Sampah Manusia

Rumah baru ini disebutnya berarsitektur ekstrim minimalis: bentuknya kotak-kotak, hampir tanpa pagar, sebuah tangga beton menjulur dari ruang tamu di lantai dua ke bibir jalan, serta tanpa genting karena beratap dak beton. Nilainya? ”Satu miliar lebih,” kata lelaki ini kalem.

Dia merasakan tak ada balasan apa pun dengan datang ke kantor pagi dan pulang lewat tengah malam. Merasa diperlakukan tidak adil, Baedowy, saat itu berusia 27 tahun, memutuskan hengkang pada 2000. Lantaran kesal, ia menendang tempat sampah di ruang kantor sang atasan, sembari melontarkan ajakan berkelahi. ”Saya tunggu di parkir,” katanya geli, menirukan ucapannya.

Mengingat 14 tahun lalu, saat berhenti jadi pegawai, Baedowy teringat ucapan seorang tamu hotel seberang kantornya di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan, pada suatu siang. Tamu itu seorang lelaki tua bercelana pendek yang asyik bersantap siang. Baedowy yang berjas dan berdasi merasa kalah gaya. Penasaran, ia menanyakan bisnis si lelaki tua, yang dijawab singkat, ”Bisnis sampah.” Dia pun membulatkan tekad. Saat itu dia sudah beranak dua dan keduanya masih bayi.

Lelaki kelahiran Balikpapan ini lalu menjajal bisnis pengepul benang nilon kusut, sambil melirik bisnis jangkrik yang sedang booming. Tak beruntung, ia mulai menggarap bisnis pengolahan botol plastik bekas. Tiga orang preman sempat memalaknya saat sedang mengumpulkan botol bekas di pinggiran Kota Bekasi. Tangan kanannya sempat terkena sabetan pisau. ”Mereka saya kejar sampai ke sawah,” kata pria yang kerap berkelahi ketika masih SMA ini. Modal awal bisnis pencacahan botol bekas sekitar Rp 50 juta, yang sebagian besar milik rekan bisnisnya. Mencoba setahun, bisnis pencacahan tertatih-tatih. Mesin rusak melulu, dan bahan baku seret. Awal 2001, bisnisnya kolaps. Dicemberuti orang tua yang menjenguk, ia sempat memulangkan sang istri ke Malang untuk menghemat biaya hidup.

Tiga bulan ia memasang plakat, ”Pabrik Dijual”, tak laku. Saat di titik nadir ini, Baedowy sempat menggugat Tuhan dan mengimingi-Nya perbuatan baik jika diberi kesuksesan. Ia mulai nelangsa teringat kenyamanan sebagai karyawan. ”Saya sangat menyesal berhenti waktu itu,” katanya. Sebuah curriculum vitae kembali disusunnya, meski tidak sempat dikirim untuk melamar. Semangat berusaha Baedowy muncul kembali. Ia mulai sibuk mengoprek-oprek mesin penggilingan yang ringsek itu. Beberapa bengkel mesin bubut di sekitar Rawapanjang, Bekasi, dijabaninya untuk mencari onderdil bekas. Ia pun merutuki desain mesin pencacah miliknya, sambil secara otodidak merancang ulang bagian demi bagian.

Alhasil, ia membuat mesin pencacah sendiri, yang terdiri atas tiga ukuran. Produksi penggilingan botol plastik mulai bergulir. Usahanya mulai mencuat sewaktu didatangi wartawan ketika riuh penutupan tempat pembuangan sampah akhir Bantar Gebang. Maklum, sebagian suplai bodong diambilnya di sini. Dari pemberitaan itu, satu per satu pembeli datang dan menaksir mesinnya. Akhir 2001, mesin mulai laku plus hasil gilingannya semakin banyak dan bersih. Dari sini, Baedowy mengembangkan mitra kerjanya, sebagai pembeli mesin dan penyuplai hasil gilingan. 

Para pembeli mesin gilingnya berhak menjual hasil gilingannya ke Majestic Buana. ”Dan saya wajib membeli,” katanya sambil menunjuk surat perjanjian kerja sama. Pasar Cina yang berkembang pesat menelan berapa saja ekspor cacahan plastiknya. Soal omzet, ia enggan menyebut. Namun ia mengatakan jumlah ekspor per pekan sekitar dua kontainer dengan penjual mesin minimal dua buah per bulan. Ita, 40 tahun, warga Bekasi yang membuka usaha penggilingan di Purwakarta, menjadi salah satu mitranya dari sekitar seratus mitranya sekarang. ”Saya juga mendapat bantuan pelatihan dan pemasangan mesin secara gratis,” katanya. Hasil gilingan Ita dijual ke Baedowy dengan harga pasar.
Regina Pacis, sekolah swasta di Bogor, kepincut membeli mesin pencacah seharga Rp 40 juta-an. ”Kami ingin mengajari siswa bahwa kebersihan juga bisa menguntungkan,” kata Suster Cecilia Hartati. Hasil cacahan para siswa dibeli Baedowy secara komersial. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi pun mempercayainya membuat mesin injection plastik. Adapun Pemerintah Daerah Jawa Barat memasukkan namanya menjadi satu dari tiga usaha kecil menengah yang akan diusulkan untuk penghargaan lingkungan Kalpataru tahun depan. Baedowy punya nasihat untuk para karyawan. ”Segera buka usaha sendiri, deh”

Deretan Prestasi

Baedowy yang lahir di Balikpapan, tahun 1973 meraih berbagai prestasi di dalam negeri dan juga di luar negeri. Prestasi ini diberikan pada nya karena usaha, keberhasilannya selama ini, seperti;

·         JUARA 1 Pemuda Pelopor Tingkat Nasional tahun 2006 (Kementrian Pemuda dan Olahraga RI)
·         Juara 1 Wira Usaha Terbaik se-Indonesia, peraih Dji Sam Soe Award 2009 (Seleksi dari 5.100 Pengusaha se-Indonesia, dari berbagai macam bidang usaha)
·         Tokoh Pilihan Terbaik Majalah Tempo 2009
·         Peraih Penghargaan Industri Hijau Tingkat Nasional 2010 (Kementrian Perindustrian RI)
·         Peraih Piagam Penghargaan Liputan 6 SCTV Award 2010
·         Peraih Penghargaan Pria Sejati Pengobar Inspirasi 2010, PT Bentoel Indonesia
·         Peraih Soegoeng Sarjadi Award on Good Governance 2010
·         Peraih Piagam Penghargaan Kalpataru 2010 (Kementrian Lingkungan Hidup RI)
·         Peraih Penghargaan Indonesian – Asean Young Green Soldier Award 2011
·         Pengusaha Favorit Pembaca Majalah Elshinta 2012
·         Country Winner Malaysiia – China Chamber of Commerce Green Award 2013 Kuala Lumpur
Kontak dan keperluan lanjutan dapat dilakukan langsung dengan  Muhammad Baedowy, Majestic Buana Group, Jl. Raya Cimuning 35, Kelurahan Cimuning, Kota Legenda, Mustikajaya, Bekasi Timur. Tel. (021) 7020 1859 (flexi), 081514038689 (HP), Email: majesticbuana@yahoo.com.

Sepuluh Kiat 

Menyimak pengalaman jatuh bangun dari bawah sehingga dijuluki, ”Juragan Sampah, Pemuda Pelopor dan sebutan lain, dapat dipetik sepuluh kiat yang mengantarkan nya  pada kondisi anak muda yang milyader saat ini.

1.   Semangat-semangat! Ketika di PHK dari Bank Asing tahun 2000 dengan jabatan yang lumayan yakni Internal  Auditor, dalam kondisi labil mental, dikritik oleh keluarga dan teman-teman, tidak lah akhir dari semuanya.  Tetap semangat untuk maju.
2.      PHK  14 tahun yang lalu itulah yang membuat dia seperti sekarang. Orang upahan yang menjadi pemilik perusahaan yang cukup besar. Kejadian itu memberikan makna yang dalam bahwa, “Allah maha tahu terhadap hamba Nya”. Lihatlah sudut pandang positif.
3.        Sesungguhnya rejeki itu tidak pernah salah, Allah maha tahu hambanya yang selalu bersyukur. Dan diyakini, bahwa lipat ganda rejeki akan selalu datang bagi kelompok orang yang selalu ingat pada Nya.
4.     Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa, “Jangan jual barang, jual lah Ide”. Saya membuka kesempatan untuk menampung sampah plastik, pelet plastik, dan bahan olahan dari sampah plastik lain. Idenya adalah untuk membuka kesempatan lapangan kerja, untuk itu saya siapkan teknologinya dan pelatihan yang diperlukan.
5.   Buatlah jaringan dengan mitra  dengan mutual benefit.  Saya dapat pelatihan pembuatan mesin pencacah plastik secara gratis, sementara mitra mempunyai kesempatan untuk berkreasi dan uji coba teknologi tersebut.
6.   Tidak perlu malu, pada awalnya saya keliling mengumpulkan sampah plastik di jalanan dan TPU dan mendatangi lapak pengumpul. Orang-orang melihat dan memberikan komentar, “Anak muda keren, kok mau ngumpulin sampah, seperti  pemulung”.
7.   Bilamana selesai sebuah ide dengan hasil yang memuaskan, jangan berhenti. Lakukan penyempurnaan dan cari ide-ide baru.
8.        Berikan juga kesempatan kepada orang lain untuk maju. Misalnya kepada karyawan selalu saya katakan,  ”Segera buka usaha sendiri”
9.  Jangan pelit membagi ilmu. Saya menjual teknologi pencacah plastik dan memberikan layanan penuh tanpa batas waktu. Kalau ada yang berminat untuk mengembangkan nya saya terima dengan baik. Layanan pelatihan juga tanpa batas, pembeli mesin pencacah plastik tidak perlu menyediakan dana bila berada di Jabodetabek. Diluar wilayah itu, mereka cukup sediakan tiket.
10.  Konsisten dengan pilihan. Jangan tergoda kritik atau ajakan untuk pindah kepada kegiatan lain. Dengan berat hati, saya menitipkan istri dan anak di orang tua, agar saya tetap serius dengan ide pamulung dan pengalaman sampah.
1.    
     (.H. Muchtar Bahar, Share Cerita Sukses, Pembekalan P2SP3 Angkatan 24, 15 September, 2014 di Aula Bumi Marinir, Cilandak, Majalah Tempo, Kementrian Pemuda dan Olah Raga, berbagai liputan media cetak dan elektronik).

Tidak ada komentar: