Setiap kesuksesan itu memang perlu diperjuangkan.
Kerja keras dan peras keringat Baedowy selama bertahun-tahun membuktikan itu.
Berawal ditahun 2000 saat ia membidik peluang bisnis sampah plastik. Meski ia
mantan seorang pekerja kantoran yang setiap hari berdasi, di sebuah Bank Asing.
Baedowy sama sekali tak merasa risih harus bercengkrama dengan tumpukan sampah.
Bahkan iapun tak ragu berkeliling berburu sampah ke setiap wilayah siang dan
malam.
Hal ini dikemukakannya saat berbagi pengalaman
dalam Pembekalan Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP3)
Angkatan 24, di Bumi Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan, 15 September 2014.
Share pengalaman yang saya moderatori disini diikuti oleh 837 orang PSP3 yang
berasal dari 33 Provinsi dan akan ditempatkan
di Provinsi lain, selama dua tahun.
Namun daya juang Baedowy cukup kokoh. Ia seorang
pejuang tangguh dan pantang menyerah. Ia nekad berbisnis dengan modal awal
sekitar 50 juta yang dipakai untuk beli mesin, sewa lahan dan membuat bangunan
sederhana. Di tahun kedua akhirnya dewi fortuna pun menyapa, bisnis yang
ditekuninya semakin berkembang. Kini biji sampah hasil olahannya diekspor ke
China. “Satu kali ekspor bisa mencapai 20 ton. Setiap satu minggu bisa satu
sampai dua kontaineran. Mengenai keuntungan ya kira-kira 500 rupiah per
kilogram“, ujar pria berusia 41 tahun ini. Dalam sehari mesin buatannya mampu
menggiling hingga 3 ton bahan baku sampah plastik meski rata-rata hanya satu
ton saja per harinya.
Ujian Bisnis
Kesuksesan yang direguknya tentu tidaklah instan.
Di tahun pertama, ia harus menemui beberapa kendala yang hampir saja membuatnya
pesimis. “Kendala pasti adalah, bagi saya setidaknya ada dua hal teknis dan non
teknis. Non teknis berupa ujian mental. Bisa dibayangkan, saya ini seorang
sarjana, mantan pegawai bank yang selalu berdasi, tiba-tiba harus jadi pemulung,
tukang sampah, rasa-rasanya setiap orang pun akan malu tak terkecuali orang tua
saya. Soal teknis berupa mesin yang selalu ngadat. Hampir di satu tahun pertama
saya disibukkan dengan membetulkan kondisi mesin agar bisa tampil prima, “
kilahnya.
Bahkan yang lebih tragis, sebelum itu, ia harus
rela hengkang dari rumah kontrakannya karena tak kuat membayar uang sewaan.
“Itu adalah masa yang paling menyedihkan dalam kehidupan saya. Saat itu, saya
harus menitipkann istri dan anak-anak saya ke rumah orang tua saya. Sepertinya,
peristiwa itu akan selalu teringat dalam benak saya” kilahnya setengah
mengeluh.
Tapi itu adalah dulu, sebelum ia menemukan sampah
sebagai lumbung rejekinya. Baginya, semua itu dijadikan sebagai bahan pelajaran
untuk beranjak menjadi lebih baik. Faktanya dengan kerja keras dan restu orang
tua, meski dari sampah namun ia bisa menyedot rupiah. “Satu hal yang penting
bagi saya, restu orang tua, itulah yang mendongkrak saya hingga berhasil,” aku
ayah tiga anak ini.
Pemulung dan Mitra
Setelah 16 tahun berlalu, kini bisnis Baedowy
semakin bergairah. Untuk bahan baku ia berdayakan lebih dari seratus pemulung.
Bukan hanya itu, iapun sudah menggalang kerja sama dengan lebih dari 100
mitra kerja yang terhampar dari Aceh hingga Papua. “Saya bangga bisa memberdayakan
para pemulung dan ibu-ibu disekitar pabrik pengolahan sampah. Selain itu,
karena saya sudah menggalang kerjasama dengan lebih dari 100
mitra di seluruh Indonesia, secara otomatis masyarakat disekitarnya pun turut
diberdayakan. Di setiap satu pabrik bisa mempekerjakan lebih dari 60 orang,”
imbuh pria lulusan Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka
Malang ini dan lahir di Balikpapan.
Untuk mitra kerja, tak segan ia memberikan
pelatihan dari nol hingga menjadi piawai yang diadakan di seluruh kota. “Setiap
mitra yang membeli mesin dari saya, saya berikan training hingga bisa, bahkan
sampah hasil olahannya pun saya siap beli”, ungkap pemilik CV Majestic Buana
Group yang bermarkas di Jalan Raya Cimuning, Mustika Jaya, Bekasi ini. Selain
memberdayakan para pemulung, yang patut ditiru adalah ia tak pernah lupa
sedekah. Secara rutin, Baedowy pun sering mengadakan acara tasyakuran dan
sedekah pada anak-anak yatim piatu.
Selain berbisnis, saat ini ia aktif mengajar dan
memberikan kuliah umum di beberapa universitas di tanah air. “Sampah adalah
masalah besar bangsa kita. Tapi kalau diolah secara baik dan tepat dengan
teknologi tepat pula, sampah pun bisa menjadi rupiah. Saya berobsesi untuk
menyebar luaskan pengetahuan saya ini kepada seluruh masyarakat”, pungkasnya.
Hasilnya nyata, sebuah Fortuner, Volvo, Kijang Inova
nangkring di rumahnya dengan nilai milyaran rupiah. Sebuah pabrik dan Ia juga sedang mengincar lahan seribu
meter persegi, satu meternya sekitar Rp 1 juta, yang menjadi tempat pabrik
pencacahan botol plastiknya beroperasi selama ini di Kelurahan Cimuning,
Bekasi.
Kenyamanan hidup ini
datang setelah proses berliku yang hampir mentok pada penyesalan mendalam.
Sempat mendapat tawaran bekerja di perusahaan perminyakan di Kalimantan lewat
koneksi, ia lebih memilih bekerja di bank asing itu. Tiga tahun bekerja di
sini, ia bentrok dengan atasan. Lima pekerjaan yang ditinggal pegawai korban
rasionalisasi harus dia kerjakan. ”Tapi bayarannya cuma untuk satu pekerjaan”.
Semua ini simbol ”becek”-nya bisnis pencacahan botol plastik bekas yang
ditekuninya 14 tahun terakhir.
Manusia Sampah, Bukan Sampah Manusia
Rumah baru ini disebutnya
berarsitektur ekstrim minimalis: bentuknya kotak-kotak, hampir tanpa pagar,
sebuah tangga beton menjulur dari ruang tamu di lantai dua ke bibir jalan,
serta tanpa genting karena beratap dak beton. Nilainya? ”Satu miliar lebih,”
kata lelaki ini kalem.
Dia merasakan tak ada
balasan apa pun dengan datang ke kantor pagi dan pulang lewat tengah malam.
Merasa diperlakukan tidak adil, Baedowy, saat itu berusia 27 tahun, memutuskan
hengkang pada 2000. Lantaran kesal, ia menendang tempat sampah di ruang kantor
sang atasan, sembari melontarkan ajakan berkelahi. ”Saya tunggu di parkir,”
katanya geli, menirukan ucapannya.
Mengingat 14 tahun lalu,
saat berhenti jadi pegawai, Baedowy teringat ucapan seorang tamu hotel seberang
kantornya di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan, pada suatu siang. Tamu itu
seorang lelaki tua bercelana pendek yang asyik bersantap siang. Baedowy yang
berjas dan berdasi merasa kalah gaya. Penasaran, ia menanyakan bisnis si lelaki
tua, yang dijawab singkat, ”Bisnis sampah.” Dia pun membulatkan tekad. Saat itu
dia sudah beranak dua dan keduanya masih bayi.
Lelaki kelahiran
Balikpapan ini lalu menjajal bisnis pengepul benang nilon kusut, sambil melirik
bisnis jangkrik yang sedang booming. Tak beruntung, ia mulai menggarap bisnis
pengolahan botol plastik bekas. Tiga orang preman sempat memalaknya saat sedang
mengumpulkan botol bekas di pinggiran Kota Bekasi. Tangan kanannya sempat
terkena sabetan pisau. ”Mereka saya kejar sampai ke sawah,” kata pria yang
kerap berkelahi ketika masih SMA ini. Modal awal bisnis pencacahan botol bekas
sekitar Rp 50 juta, yang sebagian besar milik rekan bisnisnya. Mencoba setahun,
bisnis pencacahan tertatih-tatih. Mesin rusak melulu, dan bahan baku seret.
Awal 2001, bisnisnya kolaps. Dicemberuti orang tua yang menjenguk, ia sempat
memulangkan sang istri ke Malang untuk menghemat biaya hidup.
Tiga bulan ia memasang
plakat, ”Pabrik Dijual”, tak laku. Saat di titik nadir ini, Baedowy sempat
menggugat Tuhan dan mengimingi-Nya perbuatan baik jika diberi kesuksesan. Ia
mulai nelangsa teringat kenyamanan sebagai karyawan. ”Saya sangat menyesal
berhenti waktu itu,” katanya. Sebuah curriculum vitae kembali disusunnya, meski
tidak sempat dikirim untuk melamar. Semangat berusaha Baedowy muncul kembali.
Ia mulai sibuk mengoprek-oprek mesin penggilingan yang ringsek itu. Beberapa
bengkel mesin bubut di sekitar Rawapanjang, Bekasi, dijabaninya untuk mencari
onderdil bekas. Ia pun merutuki desain mesin pencacah miliknya, sambil secara
otodidak merancang ulang bagian demi bagian.
Alhasil, ia membuat mesin
pencacah sendiri, yang terdiri atas tiga ukuran. Produksi penggilingan botol
plastik mulai bergulir. Usahanya mulai mencuat sewaktu didatangi wartawan
ketika riuh penutupan tempat pembuangan sampah akhir Bantar Gebang. Maklum, sebagian
suplai bodong diambilnya di sini. Dari pemberitaan itu, satu per satu pembeli
datang dan menaksir mesinnya. Akhir 2001, mesin mulai laku plus hasil
gilingannya semakin banyak dan bersih. Dari sini, Baedowy mengembangkan mitra
kerjanya, sebagai pembeli mesin dan penyuplai hasil gilingan.
Para pembeli mesin
gilingnya berhak menjual hasil gilingannya ke Majestic Buana. ”Dan saya wajib
membeli,” katanya sambil menunjuk surat perjanjian kerja sama. Pasar Cina yang
berkembang pesat menelan berapa saja ekspor cacahan plastiknya. Soal omzet, ia
enggan menyebut. Namun ia mengatakan jumlah ekspor per pekan sekitar dua
kontainer dengan penjual mesin minimal dua buah per bulan. Ita, 40 tahun, warga
Bekasi yang membuka usaha penggilingan di Purwakarta, menjadi salah satu
mitranya dari sekitar seratus mitranya sekarang. ”Saya juga mendapat bantuan
pelatihan dan pemasangan mesin secara gratis,” katanya. Hasil gilingan Ita
dijual ke Baedowy dengan harga pasar.
Regina Pacis, sekolah
swasta di Bogor, kepincut membeli mesin pencacah seharga Rp 40 juta-an. ”Kami
ingin mengajari siswa bahwa kebersihan juga bisa menguntungkan,” kata Suster
Cecilia Hartati. Hasil cacahan para siswa dibeli Baedowy secara komersial.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi pun mempercayainya membuat mesin
injection plastik. Adapun Pemerintah Daerah Jawa Barat memasukkan namanya
menjadi satu dari tiga usaha kecil menengah yang akan diusulkan untuk
penghargaan lingkungan Kalpataru tahun depan. Baedowy punya nasihat untuk para
karyawan. ”Segera buka usaha sendiri, deh”
Deretan Prestasi
Baedowy yang lahir di Balikpapan, tahun 1973
meraih berbagai prestasi di dalam negeri dan juga di luar negeri. Prestasi ini
diberikan pada nya karena usaha, keberhasilannya selama ini, seperti;
·
JUARA 1 Pemuda Pelopor Tingkat Nasional
tahun 2006 (Kementrian Pemuda dan Olahraga RI)
·
Juara 1 Wira Usaha Terbaik
se-Indonesia, peraih Dji Sam Soe Award 2009 (Seleksi dari 5.100 Pengusaha
se-Indonesia, dari berbagai macam bidang usaha)
·
Tokoh Pilihan Terbaik Majalah Tempo 2009
·
Peraih Penghargaan Industri Hijau
Tingkat Nasional 2010 (Kementrian Perindustrian RI)
·
Peraih Piagam Penghargaan Liputan 6
SCTV Award 2010
·
Peraih Penghargaan Pria Sejati Pengobar
Inspirasi 2010, PT Bentoel Indonesia
·
Peraih Soegoeng Sarjadi Award on Good Governance
2010
·
Peraih Piagam Penghargaan Kalpataru
2010 (Kementrian Lingkungan Hidup RI)
·
Peraih Penghargaan Indonesian – Asean
Young Green Soldier Award 2011
·
Pengusaha Favorit Pembaca Majalah
Elshinta 2012
·
Country Winner Malaysiia – China
Chamber of Commerce Green Award 2013 Kuala Lumpur
Kontak dan
keperluan lanjutan dapat dilakukan langsung dengan Muhammad Baedowy, Majestic Buana Group, Jl. Raya Cimuning
35, Kelurahan Cimuning, Kota Legenda, Mustikajaya, Bekasi Timur. Tel. (021) 7020 1859 (flexi), 081514038689
(HP), Email: majesticbuana@yahoo.com.
Sepuluh Kiat
Menyimak pengalaman jatuh
bangun dari bawah sehingga dijuluki, ”Juragan Sampah, Pemuda Pelopor dan
sebutan lain, dapat dipetik sepuluh kiat yang mengantarkan nya
pada kondisi anak muda yang milyader saat ini.
1. Semangat-semangat! Ketika di PHK dari
Bank Asing tahun 2000 dengan jabatan yang lumayan yakni Internal Auditor, dalam kondisi labil mental, dikritik
oleh keluarga dan teman-teman, tidak lah akhir dari semuanya. Tetap semangat untuk maju.
2. PHK
14 tahun yang lalu itulah yang membuat dia seperti sekarang. Orang
upahan yang menjadi pemilik perusahaan yang cukup besar. Kejadian itu
memberikan makna yang dalam bahwa, “Allah maha tahu terhadap hamba Nya”.
Lihatlah sudut pandang positif.
3.
Sesungguhnya rejeki itu tidak pernah
salah, Allah maha tahu hambanya yang selalu bersyukur. Dan diyakini, bahwa
lipat ganda rejeki akan selalu datang bagi kelompok orang yang selalu ingat
pada Nya.
4. Pengalaman selama ini menunjukkan
bahwa, “Jangan jual barang, jual lah Ide”. Saya membuka kesempatan untuk
menampung sampah plastik, pelet plastik, dan bahan olahan dari sampah plastik
lain. Idenya adalah untuk membuka kesempatan lapangan kerja, untuk itu saya
siapkan teknologinya dan pelatihan yang diperlukan.
5. Buatlah jaringan dengan mitra dengan mutual benefit. Saya dapat pelatihan pembuatan mesin pencacah
plastik secara gratis, sementara mitra mempunyai kesempatan untuk berkreasi dan
uji coba teknologi tersebut.
6. Tidak perlu malu, pada awalnya saya
keliling mengumpulkan sampah plastik di jalanan dan TPU dan mendatangi lapak
pengumpul. Orang-orang melihat dan memberikan komentar, “Anak muda keren, kok
mau ngumpulin sampah, seperti pemulung”.
7. Bilamana selesai sebuah ide dengan
hasil yang memuaskan, jangan berhenti. Lakukan penyempurnaan dan cari ide-ide baru.
8.
Berikan juga kesempatan kepada orang
lain untuk maju. Misalnya kepada karyawan selalu saya katakan, ”Segera buka usaha sendiri”
9. Jangan pelit membagi ilmu. Saya menjual
teknologi pencacah plastik dan memberikan layanan penuh tanpa batas waktu.
Kalau ada yang berminat untuk mengembangkan nya saya terima dengan baik.
Layanan pelatihan juga tanpa batas, pembeli mesin pencacah plastik tidak perlu
menyediakan dana bila berada di Jabodetabek. Diluar wilayah itu, mereka cukup
sediakan tiket.
10. Konsisten dengan pilihan.
Jangan tergoda kritik atau ajakan untuk pindah kepada kegiatan lain. Dengan
berat hati, saya menitipkan istri dan anak di orang tua, agar saya tetap serius
dengan ide pamulung dan pengalaman sampah.
1.
(.H. Muchtar Bahar, Share Cerita Sukses, Pembekalan
P2SP3 Angkatan 24, 15 September, 2014 di Aula Bumi Marinir, Cilandak, Majalah
Tempo, Kementrian Pemuda dan Olah Raga, berbagai liputan media cetak dan
elektronik).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar