Jumat, 16 November 2007

Porgram Tidak Terintegrasi;Wawancara dengan P2KP

Menurut beberapa aktivis LSM, pelaksanaan P2KP di lapangan sudah cukup baik. Sayangnya, program ini tidak terintegrasi dengan program pemberdayaan masyarakat lainnya.

Menurut penilaian Kepala Divisi Pengembangan Sosial Ekonomi Masyarakat LP3ES, Mudaris Ali Masybud, P2KP tak ubahnya kelanjutan dari program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang digulirkan pada tahun 1996. Bedanya, sasaran IDT adalah masyarakat perdesaan, sementara sasaran P2KP adalah masyarakat miskin perkotaan.

Saat itu, menurutnya, program IDT mampu mengurangi jumlah angka kemiskinan di perdesaan. Lantas bagaimana dengan P2KP? Mudaris mengaku belum menemukan keberhasilannya. Hanya saja ada persamaannya, di mana ada pembentukan kelompok, yang kemudian kelompok itu mendapatkan dana bantuan untuk usaha.

Namun, Mudaris mengakui program P2KP lebih unggul dibanding program-program pengentasan kemiskinan lainnya. Salah satu kelebihannya, dari sisi kesiapan manual dan instrumen di lapangan. Manual yang disajikan sangat rinci.

Cuma sayang, manual itu disajikan secara kaku. Akibatnya bisa menyesatkan. Terlebih bila manual itu tidak tersosialisasi secara baik oleh fasilitator di lapangan. Di samping manual,untuk sementara ini database program juga relatif baik.

Soal pelaksanaan dilapangan, secara umum P2KP dilaksanakan secara tergesa-gesa. Dalam waktu yang cepat ingin menyalurkan dana yang cukup besar. Akibatnya tidak ada persiapan sosial yang memadai sebagai program pemberdayaan. Misalnya KSM, bukan merupakan kelompok yang solid tapi lebih sebagai prasyarat untuk memperoleh dana. Demikian juga BKM, belum bisa dikatakan sebagai institusi yang siap menyeleksi usulan dan mengelola dana berputar yang jumlahnya begitu besar. BKM masih menghadapi problem legitimasi dari masyarakat luas. Karena ketergesaan-gesaan, personalia BKM tidak ditunjuk secara demokratis sebagaimana tujuan P2KP.

Selanjutnya, dari evaluasi LP3ES di DKI Jakarta, ditemukan berbagai penyalahgunaan wewenang dan penggunaan. Beberapa pelanggaran yang ditemukan antara lain (a) sosialisasi program yang tidak meluas dan transparan, sehingga diindikasikan hanya sampai kepada orang-orang dekat (teman, saudara, tetangga) dari lurah, RW atau RT; (b) distribusi bantuan hanya kepada orang dekat dan bukan orang miskin (penghasilan mereka di atas Rp 500.000); (c) adanya kesan dari masyarakat P2KP sama dengan program JPS yang membagi-bagikan uang kepada masyarakat, dan masyarakat tidak perlu membayar/mengembalikan. Pendek kata program pemberdayaan masyarakat miskin, tidak harus dengan memberikan modal. "Tidak semua orang berjiwa wiraswasta," kata Mudaris.

Sebenarnya membantu orang miskin bisa dengan cara membantu usaha/institusi usaha yang jelas- jelas bisa menyerap angkatan kerja miskin. Namun, dengan catatan, program harus menjadikan orang miskin "kuat" di hadapan pengusaha dan pemerintah sehingga tidak dimanfaatkan mereka. Oleh sebab itu, tidak kalah pentingnya adalah memperkuat kelembagaan dan solidaritas orang miskin agar bisa mengatasi persoalannya sendiri.

Kritikan tajam, datang dari Ketua Asosiasi Konsultan Pembangunan Permukiman (AKPPI) wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi, Muchtar Bahar. Katanya, secara konsep P2KP, bagus. Tetapi, pelaksanaan P2KPtidak terintegrasi dengan program-program penanggu-langan kemiskinan lainnya, seperti PDM-DKE, JPS Kesehatan dan lain sebagainya. Akibatnya, terjadi kebingungan dalam masyarakat. Mengapa ada program ini dan program itu. "Ujung-ujungnya, mereka menganggap ini program bagi-bagi duit, dan tak perlu dibayar," kata Muchtar Bahar.

Tidak ada komentar: