Jumat, 16 November 2007

Wawancara dengan ADinfo

H. Muchtar Bahar,Ingin Hidup Lebih Lama untuk Memberi
Matahari sedang terik-teriknya bersinar 3 Mei lalu. Siang yang panas itu tim AdInfo meluncur ke salah satu jalan di daerah Kembangan Selatan, tidak jauh dari gedung kantor Walikota Jakarta Barat yang berdiri megah. Di sebuah jalan bernama Kampung Bugis, terdapat sebuah rumah bercat putih bernomor 33. Tidak terlihat ada kegiatan di dalam maupun sekitar rumah tersebut, hanya terlihat mobil kijang putih metalik dan dua buah sepeda motor yang terpakir di luar halaman depan rumah tersebut.


Rumah yang terlihat sederhana itu merupakan kantor dari sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat, yakni Yayasan Bina Masyarakat Sejahtera (BMS). Untuk kegiatan yang mencakup wilayah Jakarta, BMS berkantor di rumah yang merangkap sebagai taman bacaan anak-anak tersebut. Beberapa kegiatan BMS yang telah ada di wilayah Jakarta Barat seperti kegiatan lingkungan, kesehatan balita, pendidikan dan taman bacaan untuk anak-anak selama ini telah berjalan cukup baik. Membicarakan BMS sendiri tidaklah lepas dari peran serta dan kehadiran dari seseorang. Ia merupakan salah satu pendiri yang bernama H. Muchtar Bahar. Seorang aktivis sosial yang sudah cukup lama bekerja di dunia pemerhati kesejahteraan sosial dan masyarakat. Pria berkacamata yang pada hari itu mengenakan kemeja bermotif garis-garis sederhana tersebut menyambut kehadiran AdInfo dengan ramah.Sebelum mendirikan BMS, pria kelahiran Lawang, Sumatera Barat, 4 Januari 55 tahun yang lalu ini, pernah mendirikan dan mengetuai beberapa organisasi sosial lainnya, seperti Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sosial Ekonomi (LPPSE).

Dilahirkan dan dibesarkan di tanah Sumatera, telah menumbuhkan sikap yang gigih dan pekerja keras untuk berkembang dari sosok yang satu ini. Pria ini menyelesaikan pendidikan dari sekolah dasar sampai mendapat gelar sarjana dari Universitas Islam Negeri di Padang.Dengan latar belakang sebagai sarjana pendidikan agama, selama setahun Bahar menjadi guru di Padang. “Mengikuti jejak paman,” ujar pria yang pernah mengikuti beberapa pendidikan tingkat post-graduate di Belanda, Thailand dan Philipina ini.


Setelah merasa sudah cukup puas mengajar selama setahun, pria beranak lima ini merantau ke Jakarta, menyusul kepergian kakak laki-lakinya yang telah terlebih dahulu pergi. Perkenalan pertama Bahar dengan kegiatan sosial adalah ketika ia bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES) selama 12 tahun. Di lembaga tersebut, Bahar mulai mencintai pekerjaannya sebagai pekerja sosial yang selalu berhubungan dengan penelitian dan kepedulian dengan masyarakat. Sampai-sampai pekerjaan sebagai pegawai negeri yang pernah ditawarkan kepadanya tidak diambilnya.Keputusan-nya untuk terjun sebagai aktivis sosial tidak terlepas dari masa lalu yang ia alami. Kehidupan yang cukup keras telah ia rasakan sejak saat itu. “Itulah mengapa saya ingin membantu anak-anak jalanan. Karena saya juga pernah menjadi anak jalanan waktu dulu,” katanya.” Keuletan dan kegigihan telah ditunjukannya sejak ia masih berusia muda. Dari menjual koran sampai membantu ibu berjualan di pasar telah dikerjakannya sejak masih kecil hingga menjadi seorang mahasiswa. “Malu juga saya kalau ketemu teman mahasiswa saat membawa kerupuk untuk berjualan di pasar,” katanya sambil tersenyum mengingat pengalaman masa mudanya itu.


Kini pria yang beristrikan wanita bernama Yulinar Ismail ini, mengetuai BMS sejak pendirian lembaga tersebut pada 25 November 1995. Pria yang biasa di panggil “babe” oleh kalangan aktivis sosial lainnya ini, berkeinginan membesarkan peran serta BMS di dalam membangun kesejahteraan masyarakat kecil.


Dia ingin berumur panjang agar dapat memberikan kepada masyarakat sesuatu yang berguna.Bahar berharap lembaga yang ia pimpin suatu saat dapat menjadi lembaga independen dalam memantau program pemerintah (DKI) di dalam penyusunan maupun pelaksanaan program yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan akronim dari BMS sendiri: Bina Masyakat Sejahtera.
ADInfo, Jakarta Barat, Edisi 17, Mei 2005.

Tidak ada komentar: